Rabu, 15 Juni 2022

Geger Sepoy (1812)

Sultan Hamengku Buwono II atau dikenal dengan Sultan Sepuh memang tokoh yang tidak mengenal kompromi dengan pihak asing yang bertujuan menginjak-injak harga diri dan martabat kesultanan Yogyakarta. Untuk itulah dia berkali kali turun tanhta. Mengikuti pergolakan dan perang di Eropa maka pihak asing di tanah Jawa pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an berkutat pada tiga negara yaitu Perancis, Belanda dan Inggris.

 

Sultan Sepuh diturunkan dari takhtanya pertama kali pada tahun 1810 pada saat Daendels sebagai wakil Perancis dan gubernur jenderal yang berkuasa. Penyebabnya adalah Sultan Sepuh tidak mau tunduk pada aturan Daendels yang ingin menjadikan Kesultanan Yogyakarta sebagai bawahannya. Sultan Sepuh tetap memegang tradisi, budaya dan adat istiadat keraton yang akan diubah Dendels menjadi keraton yang berhaluan liberalisme misalnya tempat duduk raja harus sejajar dengan residen Yogyakarta atau sejajar dengan tempat duduk gubernur jenderal di Batavia. Karena Sultan Sepuh menentang maka Daendels mengirim tentara sebanyak 3.200 tentara untuk menggempur Yogyakarta. Akhirnya Sultan sepuh bersedia diturunkan dari takhtanya dari pada banyak korban di pihak rakyat.

 

Kesultanan kemudian diserahkan kepada Putra Mahkota sebagai “Pangeran Wali” yaitu Pangeran Surojo. Tetapi saat itu walaupun Sultan Sepuh turun takhta tetap diperbolehkan di keraton sehingga segala keputusan keraton masih dikendalikan oleh Sultan Sepuh. Ketika Inggris datang ke tanah Jawa merebut Jawa dari tangan kekuasaan Perancis-Belanda maka Sultan Sepuh naik takhta lagi menggantikan Putra mahkota.

 

Ketika Inggris menguasai Jawa dan Sultan Sepuh naik takhta kembali, Sultan Sepuh juga tidak mau tunduk kepada aturan yang diberlakukan oleh Inggris di bawah Raffles. Tempat duduk Sultan Sepuh harus lebih tinggi dari residen Inggris di Yogyakarta dan tempat duduk Raffles sendiri apabila mereka bertemu dalam sebuah perundingan. Cara meninggikan tempat duduk itu dengan mengganjal kursi dengan kursi kecil di bawahnya sehingga tampak lebih tinggi. Hal itu kemudian membuat Raffles memutuskan menurunkan Sultan sepuh dan diganti dengan Putra mahkota yang naik takhta.

 

Akhirnya Raffles mengultimatum Sultan Sepuh dengan membawa tentara Sepoy dan Inggris agar Sultan Sepuh turun takhta dan kedudukan raja digantikan Putra Mahkota. Apabila tidak turun takhta maka keraton Yogyakarta akan diserang Inggris. Karena Sultan Sepuh tidak menuruti perintah Inggris maka pada tanggal 18, 19 dan 20 Juni 1812 Keraton Yogyakarta diserang tentara Sepoy dan Inggris yang berjumlah 1200 tentara. Serangan itu disebut Geger Sepoy karena tentara Inggris membawa prajurit Sepoy dari India sebagai tentara bayaran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Setelah Keraton Yogyakarta kalah dalam penyerbuan, Sultan Sepuh ditangkap dan diputuskan dibuang ke Pulau Penang (sekarang wilayah Malaysia). Sedangkan harta milik keraton Yogyakarta dijarah habis oleh tentara Sepoy dan tentara Inggris. Harta itu berupa uang, emas, berlian, keris dan lain sebagainya. Tidak itu saja Kekayaan intelektual milik keraton Yogyakarta baik berupa manuskrip, arsip keraton, gamelan juga turut dirampas oleh tentara Inggris dan Sepoy.

 

Raffles kemudian mengangkat Pangeran Surojo sebagai Putra Mahkota naik takhta menjadi Sultan Hamengku Buwono III dan sejak itu Kesultanan Yogyakarta menjadi kekuasaan Inggris hingga Inggris pergi dari tanah Jawa karena hasil perjanjian London yang mengharuskan Inggris pergi dari Jawa dan diganti dengan kolonial Belanda menguasai Indonesia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masa Kerajaan Hindu - Buddha di Indonesia

  Masa Kerajaan Hindu - Buddha di Indonesia