Kamis, 18 Juli 2024

Perkembangan Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat pada masa Sukarno

Asian Games ke-4 dan Penyelenggaraan GANEFO

Tahukah kalian bahwa olah raga merupakan salah satu alat diplomasi negara? Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin pernah menjadi penyelenggara Asian Games dan menggagas penyelenggaraan GANEFO. Pada tahun 1962, Indonesia didapuk menjadi tuan rumah penyelenggara Asian Games ke-4. Perhelatan ini dihadiri 1.460 atlit dari 17 negara. Infrastruktur dan sarana kegiatan dipersiapkan mulai tahun 1958. Pada 8 Februari 1960, Sukarno meresmikan pembangunan stadion utama

Senayan. Pembangunan stadion tersebut merupakan bentuk Kerjasama Indonesia dengan Uni Soviet (De Waarheid Volksdagblad voor Nederland, 1962). Saat Asian Games berlangsung, sempat terjadi permasalahan karena Indonesia tidak mengundang Taiwan dan Israel untuk menjadi peserta. Hal tersebut menyebabkan renggangnya hubungan Indonesia dengan International Olympic Committee (IOC) hingga Indonesia memilih mundur dari keanggotaan IOC. Selepas itu, Sukarno kemudian mengadakan ajang kompetisi sepak bola internasional bertajuk Soekarno Cup pada 1963 di minggu yang sama dengan konferensi Olimpiade. Penyelenggaran Soekarno Cup yang berjalan sukses membuat hubungan para pejabat Asia-Afrika semakin baik, Maladi dan Sukarno pun optimis menyelenggarakan GANEFO. Pada 10—22 November 1963, akhirnya GANEFO diadakan di Jakarta yang diikuti oleh 2700 atlet dari 51 negara yag menyimbolkan rasa solidaritas antarnegara New Emerging Forces. Ganefo membuktikan kepada IOC bahwa Indonesia berhasil menyelenggarakan pesta olahraga laiknya Olimpiade dan dapat merevolusi diplomasi olahraga.

Pembangunan Proyek Mercusuar Pada 20 Januari 1958, Indonesia menyepakati hasil pampasan perang senilai 80.308,8 juta yen atau setara 223,08 juta USD yang akan dibayarkan selama 12 tahun dalam bentuk modal, barang, dan jasa. Ini merupakan salah satu bentuk kompensasi yang dibayarkan oleh pemerintah Jepang atas 3,5 tahun penjajahan mereka di Indonesia. Salah satu proyek pengembangan komprehensif hasil pampasan perang ini dikenal dengan Proyek 3K yang mengandung unsur 3 nama sungai yaitu Karangkates, Konto, dan, Kanan. Ketiga proyek bendungan tersebut menghabiskan 28,35 juta USD. Namun, proyek ini tidak dapat diselesaikan sehingga pemerintah Jepang memberikan tambahan pinjaman dalam bentuk mata uang yen. Indonesia juga menggunakan dana pampasan perang tersebut untuk membangun hotel-hotel, di antaranya Hotel Indonesia, Hotel Bali Beach, dan Hotel Samudera Beach. Hotel Indonesia menjadi salah satu sumber devisa negara hingga 1969 karena semua tamu hotel diharuskan membayar menggunakan mata uang dolar Amerika. Proyek lain yang dikerjakan adalah Toserba Sarinah yang menjual kualitas barang-barang mewah dengan harga tinggi pada masa itu.

Begitu besarnya dana pampasan perang ini membuat pemerintah membentuk Komite Pampasan Pemerintah Indonesia antara tahun 1958—1965. Komite ini bertugas bertugas menangani dan mengelola pampasan perang dari Jepang. Akan tetapi, para anggota komite tersebut banyak yang terlibat skandal dengan pihak Jepang sehingga tidak ada transparansi terkait pembayaran dan pengeluaran.

Kebijakan Kesehatan Kesehatan menjadi aspek penting dalam satu dekade kedaulatan RI. Agar dapat mewujudkan pengobatan dan kesehatan yang bisa dijangkau masyarakat luas, dr. Johannes Leimena dan Abdoel Patah merumuskan program yang dikenal dengan Bandung Plan. Konsep Bandung Plan menyatakan bahwa pelayanan kesehatan pada aspek preventif dan kuratif tidak boleh dipisahkan, baik yang berada di rumah sakit maupun di pos-pos kesehatan. Konsep yang dipresentasikan Leimena-Patah ini kemudian diterapkan pada pendidikan kedokteran pada tahun 1952 dan mulai diintegrasikan di pusatpusat kesehatan masyarakat. Nantinya, salah satu wujud integrasi ini adalah keberadaan pos pelayanan terpadu (posyandu).

Kebijakan Pendidikan

Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Mr. Wongsonegoro dan Menteri Agama H. Wahid Hasyim memberikan perubahan dalam sistem pendidikan dengan menetapkan UU No. 4 Tahun 1950. Perubahan tersebut meliputi: • Pelajaran pendidikan agama diberikan

pada Sekolah Rendah (umum) dan Lanjutan (Kejuruan) yang dimulai pada siswa kelas 4 maksimal 2 jam per minggu. • Pada siswa kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Rakyat, pemakaian bahasa daerah digunakan sebagai pendamping bahasa Indonesia. • Penggunaan bahasa Indonesia diterapkan sejak kelas 1 Sekolah Rakyat sampai ke perguruan tinggi. • Bahasa Belanda dihapuskan dari sistem pendidikan di Indonesia. • Beberapa sekolah yang masih mengikuti sistem lama warisan Belanda diharuskan untuk mengikuti sistem baru sejak 1951. Pada tahun 1952, kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan yang dikenal dengan nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini merupakan penyempurna Kurikulum 1947. Sistem Kurikulum 1952 sudah mengarah pada sistem pendidikan nasional yaitu mengintegrasikan materi pelajaran sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Kebijakan demokrasi pendidikan dan program wajib belajar 6 tahun diterapkan kepada seluruh warga negara yang sudah berumur 8 tahun. Pemerintah Indonesia saat itu sedang berusaha untuk mengurangi tingginya buta huruf di masyarakat dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan masyarakat melalui jalur pendidikan di luar sekolah formal juga digalakkan melalui program kursus Pemberantasan Buta Huruf (PBH), Kursus Pendidikan Umum A (KPU/A setara SD), dan Kursus Pendidikan Umum B (KPU/B setara SMP). Perkembangan politik masa 1959—1967 mengalami masa sulit. Kehidupan perekonomian memburuk, terjadi inflasi hingga 600% yang mengakibatkan alokasi anggaran untuk pendidikan semakin mengecil. Kebijakan wajib belajar pun tidak dapat terlaksana dengan baik seiring dengan kegagalan bidang ekonomi dan politik

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masa Kerajaan Hindu - Buddha di Indonesia

  Masa Kerajaan Hindu - Buddha di Indonesia