Kebijakan politik etis menyangkut dua bidang, yakni politik dan ekonomi. Dalam bidang politik adalah diberlakukannya kebijakan desentralisasi, yaitu memberikan ruang, peran, serta Salam Historia Dari orang-orang Belanda ternyata ada yang peduli terhadap penderitaan rakyat, yakni Eduard Douwes Dekker (Multatuli). Dialah yang menghentikan praktek jahat Tanam Paksa karena karya novelnya yang berjudul “Akulah yang Menderita” atau Max Havelaar. Sikap kritis terhadap pemerintah Belanda rupanya menurun pada cucunya yang bernama Ernest Francois Eugene Dekker alias Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setyabudi), pendiri Indische Partij yang tergabung dalam kelompok tiga serangkai bersama Ki Hadjar Dewantara dan Cipto Mangunkusuma. kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk memikirkan nasib dan masa depannya sendiri dengan melibatkan mereka di dewan-dewan lokal, yaitu sebuah dewan rakyat (masuk dalam pemerintahan) yang dikenal dengan Volksraad (Dewan Rakyat). Dewan ini semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Melalui dewan ini, aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di dewan ini.
1) Rencana Politik Etis.
Dalam bidang ekonomi diberlakukan Trias van Deventer, yaitu: 1. Irigasi (pengairan) yaitu membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian. 2. Migrasi yaitu mengajak rakyat untuk bertransmigrasi sehingga terjadi keseimbangan jumlah penduduk. 3. Edukasi yaitu menyelenggarakan pendidikan dengan memperluas bidang pengajaran dan pendidikan
2) Penyimpangan Politik Etis
Sekilas gagasan van Deventer sangat mulia, tetapi pada kenyataanya tidak seindah gagasannya. Penyimpangan tersebut
antara lain sebagai berikut :
a)
Irigasi. Perairan hanya dialirkan kepada tanah-tanah perkebunan swasta, bukan
tanah-tanah pertanian rakyat.
b) Migrasi. Rakyat yang diberangkatkan ke luar Pulau Jawa ternyata hanya untuk bekerja di perkebunan milik pengusaha Belanda dan asing. Rakyat yang ikut program ini dijadikan kuli kontrak seperti di Lampung dan Sumatra Utara. Karena tidak sesuai dengan tujuan awal, banyak rakyat melarikan diri dan kembali ke daerah asal. Bagi yang melarikan diri dan tertangkap akan diberi hukuman dan dikembalikan untuk bekerja lagi.
c) Edukasi. Pengajaran hanya untuk anak-anak pegawai negeri, bangsawan, dan orang-orang mampu dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Rakyat biasa hanya diberi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung sampai kelas 2 dengan pengantar bahasa Melayu. Politik etis dalam bidang pengajaran juga tidak mengakomodasi orang asing seperti Cina dan Arab. Untuk itu, orang Cina mendirikan pendidikan Tiong Hoa Hak Tong dan Arab mendirikan madrasah. Pelaksanaan pendidikan yang tidak merata mendorong munculnya sekolah nonpemerintah seperti Taman Siswa, Perguruan Muhammadiyah, dan pendidikan kaum perempuan yang digagasR.A. Kartini.
3) Dampak Politik Etis.
Terlepas dari segala penyimpangan, ternyata politik etis membawa efek
positif bagi pendidikan di Indonesia. Salah satu orang dari kelompok
etis yang bernama Mr. Abendanon (sahabat R.A.
Kartini) berjasa mendirikan sekolah- sekolah,
baik untuk priayi maupun rakyat biasa. Kian terbukanya sekolah- sekolah untuk pribumi menjadikan pemuda Indonesia
berilmu, tetapi juga berwawasan luas dan sadar politik sehingga
lahirlah Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Dr. Sutomo,
sampai pada tokoh sentral seperti
Ir. Sukarno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar