1. Perlawanan Terhadap Portugis
Portugis merupakan salah satu negara pelopor
penjelajahan samudra. Pada awalnya kedatangan
Bangsa Portugis adalah untuk mencari tempat penghasil rempah-rempah. Dari berbagai penjelajah Portugis, pada
tahun 1511 Alfonso de Albuquerque berhasil menguasai
Malaka yang menjadi tempat penting bagi perdagangan rempah-rempah. Penguasaan Portugis terhadap Malaka
kemudian memunculkan berbagai perlawanan rakyat Indonesia.
2.
Perlawanan Rakyat Aceh Terhadap Portugis
Sejak kedatangan orang Portugis di Malaka pada
tahun 1511, telah terjadi persaingan yang berbuntut permusuhan antara Portugis
dan Kesultanan Aceh yang pada waktu itu diperintah oleh Sultan Ali Mughayat
Syah (1514-1528). Sultan menganggap bahwa orang Portugis merupakan
saingan dalam politik, ekonomi, dan penyebaran agama. Berikut latar belakang perlawanan rakyat Aceh terhadap
Portugis:
a. Adanya monopoli
perdagangan oleh Portugis.
b. Pelarangan
terhadap orang-orang Aceh untuk berdagang dan berlayar ke Laut Merah.
c. Penangkapan
kapal-kapal Aceh oleh Portugis. Oleh sebab itulah Kesultanan Aceh tetap pada pendiriannya bahwa Portugis
harus segera diusir dari Malaka. Tindakan kapal-kapal Portugis
telah mendorong munculnya
perlawanan rakyat Aceh. Sebagai persiapan, Aceh melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut.
d. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam,
dan prajurit.
e. Mendatangkan bantuan
persenjataan, sejumlah tentara, dan beberapa ahli dari Turki pada tahun 1567.
f.
Mendatangkan
bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Setelah berbagai bantuan
berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan
terhadap Portugis di Malaka. Portugis
harus bertahan mati matian di Formosa/Benteng. Portugis
harus mengerahkan semua kekuatannya sehingga
serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai
tindakan balasan, pada tahun 1569 Portugis
balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.
Sejak Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar
Muda (1607-1636), perjuangan mengusir Portugis mencapai
puncaknya. Untuk mencapai
tujuannya, Sultan Iskandar
Muda menempuh beberapa
cara untuk melumpuhkan kekuatan Portugis,
seperti blokade perdagangan. Sultan Aceh melarang daerah-daerah yang dikuasai Aceh menjual lada dan timah
kepada Portugis. Cara ini dimaksudkan agar kekuatan
Portugis benar-benar lumpuh karena tidak
memiliki barang yang harus dijual
di Eropa.
Upaya ini ternyata tidak berhasil sepenuhnya,
karena raja-raja kecil yang merasa membutuhkan
uang secara sembunyi-sembunyi menjual barang dagangannya kepada Portugis. Gagal dengan taktik blokade
ekonomi, Sultan Iskandar Muda menyerang kedudukan
Portugis di Malaka pada tahun 1629. Seluruh kekuatan tentara Aceh dikerahkan. Namun, upaya itu mengalami kegagalan. Pasukan Kesultanan Aceh dapat
dipukul mundur oleh pasukan Portugis. Faktor penyebab kegagalan serangan Aceh terhadap Portugis
di Malaka adalah sebagai berikut:
a. Tidak dipersiapkan dengan baik.
b.
Perlengkapan
senjata yang digunakan masih sederhana.
c. Terjadi konflik
internal di kalangan
pejabat Kerajaan Aceh.
3.
Perlawanan Kerajaan Demak Terhadap Portugis
Dikuasainya Malaka pada tahun 1511 oleh orang-orang Portugis merupakan ancaman tersendiri bagi Kerajaan Demak.
Pada tahun 1512, Kerajaan Demak di bawah pimpinan Pati Unus (Pangeran
Sabrang Lor) dengan bantuan Kerajaan
Aceh menyerang Portugis
di Malaka. Namun, serbuan Demak tersebut mengalami
kegagalan. Berikut ini penyebab kegagalan
serangan Demak ke Portugis di Malaka.
a.
Serangan tersebut tidak
dilakukan dengan persiapan yang matang.
b.
Jarak yang terlalu
jauh.
c.
Kalah persenjataan.
Penyerangan dilakukan sekali lagi bersama Aceh
dan Kerajaan Johor, tetapi tetap berhasil
dipatahkan oleh Portugis. Perjuangan Kerajaan Demak terhadap orang-orang Portugis
tidak berhenti sampai di situ. Kerajaan Demak selalu menyerang
dan membinasakan setiap kapal
dagang Portugis yang melewati jalur Laut Jawa. Oleh sebab itulah kapal dagang Portugis
yang membawa rempah-rempah dari Maluku (Ambon)
tidak melalui Laut Jawa, tetapi melalui
Kalimantan Utara.
Upaya Demak untuk mengusir Portugis
diwujudkan dengan ditaklukkannya Kerajaan Pajajaran oleh Fatahilah pada tahun 1527. Penaklukkan Pajajaran
ini disebabkan Kerajaan
Pajajaran mengadakan perjanjian perdagangan dengan Portugis, sehingga
Portugis diperbolehkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa. Ketika orang orang Portugis mendatangi Sunda Kelapa
(sekarang Jakarta), terjadilah perang antara Kerajaan
Demak di bawah pimpinan Fatahilah
dengan tentara Portugis.
Dalam peperangan itu, orang-orang Portugis
berhasil dipukul mundur pada 22 Juni 1527. Kemudian,
pelabuhan Sunda Kelapa diganti namanya
oleh Fatahilah menjadi
Jayakarta yang berarti kejayaan yang sempurna.
4.
Perlawanan Maluku Terhadap
Portugis
Pada tahun 1512, bangsa Portugis
berhasil menemukan kepulauan
rempah- rempah, Maluku. Saat
itu, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Antonio de Abreau mendarat di Ternate. Kedatangan Portugis
semula diterima dengan baik oleh rakyat Ternate.
Sultan Bayanull (1500-1521) mengizinkan Portugis mendirikan pos dagang di Ternate.
Sultan dan rakyat Ternate berharap Portugis
dapat menjadi pembeli tetap rempah- rempah dengan harga tinggi.
Portugis juga diharapkan dapat membantu Ternate
untuk mengalahkan Tidore
yang
menjadi
saingan
dalam
perdagangan rempah rempah di Maluku. Setelah
mengetahui Ternate menjadi
pusat utama perdagangan rempah-rempah di Maluku,
Portugis berniat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate. Bahkan,
Portugis ikut campur dalam urusan
pemerintahan di Ternate.
Tindakan Portugis tersebut
akhirnya memancing kemarahan
rakyat Ternate.
Pada masa pemerintahan Sultan Hairun (1534-1570), rakyat Ternate bangkit
melakukan perlawanan terhadap
Portugis. Sultan Hairun mengobarkan perang mengusir Portugis
dari Ternate. Perlawanan itu telah mengancam
kedudukan Portugis di Maluku.
Keberadaan Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugis di Malaka telah menyebabkan Portugis di Maluku kesulitan mendapat
bantuan. Oleh karena itu, Gubernur
Portugis di Maluku,
Lopez de Mesquita,
mengajukan perundingan damai kepada Sultan Hairun. Selanjutnya, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Hairun ke
Benteng Sao Paulo. Dengan cara tersebut, Sultan Hairun
berhasil ditangkap dan dibunuh
oleh Lopez de Mesquita.
Peristiwa itu semakin memicu kemarahan rakyat.
Bahkan, seluruh rakyat Maluku dapat
bersatu melawan Portugis. Di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah (1570- 1583), rakyat menyerang pos-pos
perdagangan dan pertahanan Portugis di Maluku.
Benteng Sao Paulo dikepung selama lima tahun. Strategi tersebut
berhasil mengalahkan Portugis. Pada tahun 1575, Portugis meninggalkan Maluku.
Setelah kepergian Portugis,
Ternate berkembang menjadi
kerajaan Islam terkuat
di Maluku. Sultan Baabullah berhasil membawa Ternate mencapai puncak
kejayaan. Wilayah kekuasaan Ternate
membentang dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Timur di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di
bagian timur, dari Filipina Selatan
di bagian utara hingga Kepulauan Kai dan Nusa Tenggara di bagian selatan.
Setiap wilayah atau daerah ditempatkan wakil
sultan yang disebut sangaji. Sultan Baabullah
diberi gelar “Heer van twee en zeventig eilanden” atau “Penguasa atas 72” pulau
berpenghuni yang meliputi pulau-pulau di Nusantara bagian timur,
Mindanao Selatan, dan Kepulauan
Marshall. Pulau-pulau tersebut semuanya berpenghuni dan memiliki raja yang tunduk
kepada Sultan Baabullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar