Belanda di Surakarta dan Yogyakarta semakin bertambah
pengaruhnya pada permulaan abad ke-19. Khususnya
di Yogyakarta, campur tangan Belanda
telah menjadikan kekecewaan
di kalangan kerabat keraton yang kemudian menjadikan perlawanan di bawah pimpinan
Pangeran Diponegoro.
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwano III,
seorang raja Mataram di Yogyakarta.
Ia Lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir, istri non permaisuri)
bernama R.A. Mangkarawati yang berasal dari Pacitan. Sultan Hamengkubuwano III menghendaki Pangeran
DiponegoroPerlawanan Pangeran Diponegoro di Jawa (1825-1830) Belanda di Surakarta dan Yogyakarta semakin bertambah
pengaruhnya pada permulaan abad ke- 19.
Khususnya di Yogyakarta, campur tangan Belanda
telah menjadikan kekecewaan di kalangan kerabat keraton
yang kemudian menjadikan perlawanan di bawah pimpinan
Pangeran Diponegoro. Diponegoro adalah putra sulung
Hamengkubuwano III, seorang
raja Mataram di Yogyakarta. Ia Lahir pada 11 November
1785 di Yogyakarta dari seorang
garwa ampeyan (selir,
istri non permaisuri) bernama R.A. Mangkarawati yang berasal dari Pacitan. Sultan Hamengkubuwano
III menghendaki Pangeran Diponegoro menjadi raja karena selain berstatus putra tertua, ia juga cakap,
ahli agama, dan dianggap mampu melaksanakan cita-cita
leluhurnya.
Bahkan, Inggris menyarankan kepada Sultan Hamengkubuwano III untuk mengangkat Diponegoro menjadi putra mahkota.
Namun, Diponegoro tidak mau dengan alasan bukan putra dari permaisuri
(garwa padmi). Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Mustahar, lalu diubah namanya
oleh Hamengkubuwono III tahun
1805 menjadi Bendoro Raden Mas Ontowiryo.
Sebab-sebab perlawanan Diponegoro, antara lain sebagai berikut.
a. Adanya
kekecewaan dan kebencian kerabat istana terhadap
tindakan Belanda yang makin intensif
mencampuri urusan keraton melalui Patih Danurejo (kaki tangan Belanda).
b. Adanya
kebencian dari rakyat pada umumnya dan para petani pada khususnya karena tekanan pajak yang sangat memberatkan.
c. Adanya
kekecewaan di kalangan para bangsawan, karena hak haknya banyak yang dikurangi.
d.
Sebagai alasannya, secara khusus ialah adanya
pembuatan jalan oleh Belanda yang melewati makam leluhur
Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.
Pertempuran pertama meletus
pada 20 Juli 1825 di Tegalrejo. Setelah
pertempuran di Tegalrejo, Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke Dekso. Di kawasan Plered,
pasukan Diponegoro dipimpin
oleh Kertapengalasan yang memiliki
kemampuan yang cukup kuat.
Kabar mengenai pecahnya perang melawan Belanda segera
meluas ke banyak daerah. Dengan
dikumandangkannya perang sabil, di Surakarta oleh Kiai Mojo, di Kedu oleh Kiai Hasan Besari, dan di
daerah-daerah lain, maka pada pertempuran tahun 1825- 1826
pasukan Belanda banyak terpukul dan terdesak.
Melihat kenyatan ini, kemudian Belanda menggunakan usaha dan tipu daya untuk
mematahkan perlawanan, antara lain sebagai berikut. a. Siasat benteng stelsel yang dilakukan oleh Jenderal de Kock mulai
tahun 1827. 67 b. Siasat bujukan agar perlawanan
menjadi reda. c. Siasat dukungan hadiah sebesar 20.000 ringgit kepada siapa saja yang dapat menangkap Pangeran
Diponegoro. d. Siasat tipu muslihat, yaitu
usul berunding dengan
Pangeran Diponegoro dan
akhirnya ditangkap.
Dengan banyak sekali tipu daya, akhirnya satu per satu
pemimpin perlawanan tertangkap dan menyerah, antara lain Pangeran
Suryamataram dan Ario Prangwadono
(tertangkap pada 19 Januari 1827), Pangeran Serang serta Notoprodjo (menyerah
pada 21 Juni 1827), Pangeran
Mangkubumi (menyerah pada 27 September 1829), dan Alibasah Sentot
Prawirodirdjo (menyerah pada 24 Oktober 1829). Semua itu merupakan pukulan yang berat bagi Pangeran Diponegoro.
Melihat situasi yang demikian, pihak Belanda ingin menyelesaikan perang secara cepat. Jenderal de Kock melaksanakan tipu muslihat dengan mengajak berunding Pangeran Diponegoro. De Kock
berjanji, apabila perundingan gagal, maka Diponegoro diperbolehkan kembali ke pertahanan.
Atas dasar komitmen tersebut, Diponegoro mau berunding
di rumah Residen Kedu, Magelang,
pada 28 Maret 1830. Namun, De Kock ingkar janji sehingga Pangeran Diponegoro ditangkap saat
perundingan mengalami kegagalan. Pangeran Diponegoro
kemudian dibawa ke Batavia, dipindahkan ke Manado, dan pada tahun 1834 dipindahkan ke Makassar sampai
wafatnya pada 8 Januari
1855.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar