Organisasi politik yang kedua adalah gerakan pemuda. Sejak berdirinya Budi Utomo, unsur pemuda Indonesia mulai terlibat. Namun, unsur pemuda ini tidak lama bertahan dalam Budi Utomo karena didominasi oleh golongan tua atau priayi. Setelah itu, gerakan pemuda mulai tumbuh dan berkembang secara mandiri di berbagai daerah di Indonesia. Bermula dari gerakan solidaritas yang bersifat informal, gerakan-gerakan pemuda ini kemudian menjelma menjadi gerakan politik yang bercita-cita mewujudkan Indonesia yang merdeka dan maju.
Gerakan pemuda yang muncul pertama kali adalah Trikoro Dharmo yang merupakan cikal bakal dari Jong Java. Organisasi ini didirikan oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, dan kawan-kawan di gedung STOVIA, Batavia pada tahun 1915. Trikoro Dharmo memiliki misi dan visi yang dikembangkan sebagai tujuan dari Trikoro Dharmo, yaitu mempererat tali persaudaraan antarsiswa siswi bumiputra pada sekolah menengah dan kejuruan, menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya, serta membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya. Meski demikian, tujuan sesungguhnya dari organisasi ini adalah mencapai Jawa Raya dengan memperkukuh rasa persatuan antarpemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
Dalam kongres pertamanya di Solo pada 12 Juni 1918, organisasi ini kemudian berubah nama menjadi Jong Java dan berubah haluan menjadi organisasi politik. Dalam kongres selanjutnya di Solo pada tahun 1926, Jong Java mengutarakan hendak menghidupkan rasa persatuan bangsa Indonesia serta kerja sama antarpemuda di seluruh Indonesia. Dengan demikian, organisasi ini menghapus sifat Jawa sentris sehingga lahirlah Perkumpulan Pasundan, Persatuan Minahasa, Molukas, Sarekat Celebes, Sarekat Sumatera, dan lain lain. Selain itu, juga ada organisasi kepemudaan lain yang berasal dari Sumatra dengan nama Jong Sumatranen Bond yang didirikan pada tahun 1917. Dari organisasi ini muncul nama-nama besar seperti Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, dan Bahder Johan.
Pada kongresnya yang ketiga, organisasi ini melontarkan pemikiran Mohammad Yamin, yakni semua penduduk Nusantara menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Selanjutnya, pada tahun 1918, berdirilah persatuan pemuda Ambon yang diberi nama Jong Ambon. Kemudian, antara tahun 1918-1919 berdiri pula Jong Minahasa dan Jong Celebes. Salah satu tokoh yang terkenal dari Jong Minahasa adalah Sam Ratulangi.
Pada tahun 1926, berbagai organisasi kepemudaan berkumpul dan mengadakan Kongres Pemuda I di Yogyakarta yang menunjukkan adanya persatuan antar pemuda Indonesia. Selanjutnya, dalam Kongres Pemuda II di Batavia pada 26-28 Oktober 1928, sebanyak 750 orang wakil dari organisasi-organisasi kepemudaan seluruh Indonesia berhasil menunjukkan persatuan tekad dalam Sumpah Pemuda.
Dalam kongres ini, lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman pertama kali dikumandangkan beriringan dengan dikibarkannya bendera Merah Putih sebagai simbol identitas bangsa. Dalam butir sumpah pemuda yang pertama, “Bertumpah darah satu, tanah air Indonesia”, menyiratkan makna bahwa banyaknya pulau di Indonesia bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Butir pertama ini juga menjadi tolok ukur kesetiaan rakyat terhadap negaranya.
Butir kedua, yaitu “Berbangsa satu, bangsa Indonesia”, dibutuhkan untuk menguatkan butir pertama. Beragamnya suku bangsa di Indonesia dapat dilihat dalam sejarah berdirinya organisasi pergerakan nasional yang awalnya masih bersifat kesukuan. Contohnya Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, dan Jong Java. Meskipun banyaknya perbedaan dapat menimbulkan konflik, tetapi dengan sikap saling menghormati dan toleransi yang tinggi, perbedaan yang ada dapat menyatukan bangsa menuju kemerdekaan. Butir ketiga dalam Sumpah Pemuda berbunyi, “Berbahasa satu, bahasa Indonesia.”
Tolok ukur eksistensi suatu bangsa dapat dilihat dari cara dan sikap rakyat dalam berbahasa. Menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan merupakan tanggung jawab bagi setiap warga negara. Latar belakang pemilihan bahasa Melayu berdasarkan bukti sejarah menunjukkan sebagai bahasa penghubung dalam berbagai kegiatan, khususnya perdagangan di wilayah Nusantara. Sumpah Pemuda telah membuktikan bahwa keberagaman masyarakat bukanlah hambatan untuk mencapai persatuan dan kesatuan. Sebaliknya, keberagaman harus disikapi sebagai hal yang mendorong kemajuan bangsa. Semangat Sumpah Pemuda yang mengilhami berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat relevan hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar