Kamis, 18 Juli 2024

Ketidakseimbangan Relasi Pusat dan Daerah serta Ancaman Disintegrasi

Di gambar itu terlihat barisan laskar-laskar perjuangan pada masa revolusi. Di antara pemuda yang membawa bendera dan bambu runcing, ada yang memakai sepatu dan bertelanjang kaki. Meski demikian, tekad mereka untuk ikut dalam perjuangan mempertahankan bangsa dari penjajah patut untuk ditiru. Negara Indonesia yang telah memperoleh kedaulatan dan bebas dari bangsa asing masih harus berjuang untuk mempertahankan dari ancaman disintegrasi yang berasal dari kalangan pejuang sebelumnya. Berikut ini adalah sejumlah gerakan daerah yang mengancam NKRI sepanjang tahun 1950—1960-an.

Daarul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Gerakan DI/TII bermula dari ketidakpuasan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo dengan hasil Perjanjian Renville. Kartosuwiryo merupakan pemimpin Sabilillah dan Hizbullah yang membantu Indonesia dalam perang mempertahankan kemerdekaan (Van Dijk, 1983: 63). Ia berpendapat, perjanjian yang dilaksanakan pada 8 Desember 1947 hingga 17 Januari 1948 itu merugikan Indonesia karena harus mengakui kekuasaan Belanda atas Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Sumatra yang sebenarnya adalah wilayah Negara Republik Indonesia (Santosa: 2006, 85). Saat Belanda melancarkan Agresi Militer II pada Desember 1948, S.M. Kartosuwiryo mengira bahwa RI sudah hancur dan gagal mempertahankan kemerdekaan. Ia kemudian memanfaatkan situasi pasca-Agresi Militer II dengan menginisiasi DI/TII sambil terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Karena kondisi yang kacau dan buruknya jaringan komunikasi, ia tidak mengetahui mengenai Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) maupun TNI yang ternyata masih kuat dan melanjutkan gerilya. Dengan demikian, saat TNI dari Divisi Siliwangi melakukan long march di awal 1949 untuk kembali ke Jawa Barat, mereka berhadapan dengan pihak DI/TII. Kartosuwiryo bahkan secara resmi memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949.

Aksi pemberontakan DI/TII ini merugikan pihak RI yang saat itu juga berjuang menghadapi Belanda. Gerakan ini juga bertahan cukup lama bahkan hingga masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin. Untuk memberantas DI/TII, TNI melancarkan operasi Pagar Betis di sekitar Gunung Geber, Jawa Barat. Setelah pengejaran panjang, akhirnya pada 4 Juni 1962 S.M. Kartosuwiryo ditangkap. Beberapa pemimpin daerah juga memproklamasikan diri menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia. Di Jawa Tengah tercatat nama Amir Fatah yang juga merupakan komandan laskar Hizbullah. Pada 21 September 1953, Daud Beureuh, mantan gubernur Aceh, memproklamasikan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia. Aksi itu dipicu oleh kekecewaannya atas penurunan status Aceh yang semula merupakan Daerah Istimewa menjadi Daerah Karesidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengatasi pemberontakan di Aceh, TNI melakukan operasi militer dan musyawarah dengan rakyat Aceh. Setelah diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17—18 Desember 1962, kedua belah pihak akhirnya berdamai. Sementara itu di Sulawesi Selatan, Kahar Muzakar menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Ia berkeinginan menjadi pemimpin APRIS. Ketika RIS dihapuskan dan kembali menjadi NKRI, ia menyatakan Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pada 1952. Di wilayah Kalimantan Selatan, Ibnu Hajar juga ikut bergabung dengan Negara Islam Indonesia dan ditunjuk sebagai panglima tertinggi Tentara Islam Indonesia. Pada 1965, pemberontakan Kahar Muzakar dan Ibnu Hajar berhasil diredam oleh TNI.

 

PRRI/Permesta

PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia. PRRI dibentuk pada 15 Februari 1958 di Padang Sumatera Barat, sedangkan Permesta berdiri pada 2 Maret 1957 di Makassar, Sulawesi Selatan. Permesta kemudian berpindah ke Manado, Sulawesi Utara. PRRI/Permesta merupakan organisasi yang memprotes kebijakan pemerintah pusat atas berbagai ketidakadilan yang dialami oleh daerahdaerah di luar Pulau Jawa. Dalam aksinya, Permesta mencetuskan proklamasi lengkap dengan programnya yang dikeluarkan di Manado 2 dan 4 Maret 1957 (Harvey, 1989: 169).

Buat infografik yang memuat informasi salah satu peristiwa ketidakseimbangan relasi pusat dan daerah berikut ini. 1. Gerakan DI/TII di Jawa Barat 2. Gerakan DI/TII di Aceh 3. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah 4. Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan 5. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan 6. Peristiwa PRRI/PERMESTA 7. Peristiwa Somalangu Petunjuk Kerja 1. Tugas dikerjakan secara kelompok. 2. Diskusikan aspek-aspek penting untuk dimuat dalam infografik tersebut 3. Kalian juga dapat mencari petunjuk pada laman pencarian digital atau informasi pada situs web perguruan tinggi atau situs lain yang sesuai dengan materi. 4. Silakan menggunakan aplikasi pembuat poster daring ataupun program desain lain. Apabila tidak memungkinkan mengakses aplikasi atau program desain, kamu bisa menggambarnya dengan kreasi kalian sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masa Kerajaan Hindu - Buddha di Indonesia

  Masa Kerajaan Hindu - Buddha di Indonesia