Serangan 1 Maret 1949 yang dilancarkan TNI ternyata telah membuka mata dunia bahwa Indonesia masih ada dan propaganda yang selama ini diberitakan Belanda ternyata tidak benar. Walaupun didesak oleh dunia internasional, Belanda masih saja tidak menaati resolusi DK PBB tanggal 24 Januari 1949 (Indonesia dan Belanda segera menghentikan permusuhan dan membebaskan presiden RI dan pemimpin politik yang ditawan Belanda). Melihat kenyataan itu, Amerika Serikat bersikap tegas, jika Belanda tetap membandel, maka bantuan ekonomi akan dihentikan. Dengan adanya ancaman seperti itu, akhirnya Belanda melunak.
Tanggal 14 April 1949, atas inisiasi komisi PBB, diadakan
perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Mrele Cochran, anggota komisi dari AS.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem dan delegasi Belanda dipimpin oleh
H.J. Van Royen. Dalam perundingan itu, RI tetap menuntut tidak melakukan
perundingan jika tidak ada kesepakatan pengembalian pemerintahan RI ke
Yogyakarta. Sebaliknya,Belanda menuntut agar Indonesia menyetujui tentang
perintah penghentian perang gerilya yang dilakukan TNI. Perundingan menjadi
sangat alot sehingga Amerika mendesak Indonesia agar melanjutkan perundingan.
Jika tetap pada pendirian, maka Amerika tidak memberikan bantuan dalam bentuk
apa pun. Akhirnya, perundingan dilanjutkan pada 1Mei 1949 dan 7 Mei 1949 dengan
menghasilkan kesepakatan Roem-Royen yang isinya sebagai berikut.
1. Pihak
Indonesia bersedia mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang bersenjata
untuk menghentikan perang gerilya. RI juga akan ikut serta dalam Konferensi
Meja Bundar (KMB) di Den Haag guna mempercepat penyerahan kedaulatan kepada
Negara Indonesia Serikat tanpa syarat.
2. Pihak
Belanda menyetujui adanya pengembalian RI ke Yogyakarta dan menjamin
penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan
politik.Belanda juga tidak akan mendirikan dan mengakui negara-negara yang ada
di wilayah kekuasaan RI sebelum Desember 1948 serta menyetujui RI sebagai
bagian dari NIS.
Kemudian, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatra
memerintahkan Sultan Hamengkubuwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di
Yogyakarta dari pihak Belanda. Setelah pemerintahan kembali ke Yogyakarta, pada
13 Juli 1949diselenggarakan Sidang Kabinet RI yang pertama. Dalam sidang itu,
Syafruddin
Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden
Moh. Hatta. Sidang itu juga memutuskan untuk mengangkat Sultan Hamengkubuwono
IX sebagai menteri pertahanan merangkap ketua koordinator pertahanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar