Sabtu, 03 Juni 2023

Partai Indonesia (Partindo)

Partai Indonesia (Partindo) didirikan di Jakarta pada 30 April 1931. Pendirian partai ini merupakan hasil keputusan Sartono sewaktu ia menjabat ketua PNI-Iama menggantikan Sukarno yang ditangkap pemerintah Belanda pada tahun 1929. Sartono kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partindo yang memiliki tujuan pokok sama dengan PNI-lama, yaitu mencapai Indonesia merdeka dengan menjalankan politik nonkooperatif terhadap pemerintahan Belanda.

Tindakan Sartono ini mendapat reaksi keras dari anggota PNI-lama, di antaranya Moh. Hatta dan Sutan Syahrir, serta golongan yang tidak menyetujui dengan pembubaran ini. Mereka membentuk Golongan Merdeka dan menjadi organisasi baru bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-baru). Partindo dan PNI-baru pun bersaing dalam memperoleh simpati rakyat.

Setelah Sukarno dibebaskan dari Penjara Sukamiskin pada tahun 1932, ia bertekad menyatukan kembali PNI-baru dengan Partindo. Akan tetapi, usahanya mengalami kegagalan sehingga ia akhirnya memutuskan untuk memilih Partindo karena organisasi tersebut lebih sesuai dengan pribadinya dan menawarkan kebebasan untuk mengembangkan kemampuan agitasinya. Ia mengumumkan keputusannya tersebut pada 1 Agustus 1932.

Jumlah anggota Partindo tahun 1932 meningkat cukup pesat karena daya tarik Sukarno. Akan tetapi, kewibawaannya telah menurun dibandingkan saat ia memimpin PNI-lama. Pendapat pendapatnya sering kali ditentang oleh  pengurus  Partindo lainnya dan peranannya lebih terbatas di Partindo Cabang Bandung. Meskipun demikian, usul Sukarno untuk mengganti nama Partindo menjadi PNI (Partai Nasional Indonesia) mendapat dukungan dari banyak anggota. Meskipun mendapat banyak dukungan, usul tersebut menemui kegagalan, tetapi konsepnya tentang Marhaenisme dan sosio-ekonomi diterima partai.

Sejak Sukarno memilih Partindo, maka PNI-baru berjuang sekuat tenaga untuk menarik simpati rakyat. Antara kedua organisasi ini kadang terjadi saling ejek- mengejek. Pemimpin Partindo seperti Sartono dan Sujudi dinilai sebagai kaum borjuis nasionalis yang menentang kapitalisme Barat tetapi mendukung kapitalisme Indonesia. Gerakan Swadesi Partindo juga mendapat kritikan.

Menurut Hatta dan Syahrir, kaum nasionalis harus bersatu untuk mencapai kemerdekaan. Aktivitas Partindo juga dihambat oleh pemerintah Hindia Belanda. Meskipun mendapat pembatasan-pembatasan dan pelarangan, tokoh-tokoh Partindo tidak pernah menggubrisnya. Lewat majalah Pikiran Rakjat dan Soeloeh Indonesia Moeda, mereka melancarkan kritik pedas tentang situasi ekonomi, sosial, dan mengejek tindakan imperialisme Belanda.

Melihat hal itu, Gubernur de Jonge menjalankan kewenangan gubernur jenderal, yaitu exorbitante rechten, membuang aktivis pergerakan yang dianggap membahayakan ketenteraman negara. Sukarno kemudian dibuang ke Ende (Flores). Penangkapan Sukarno dan larangan mengadakan rapat oleh pemerintah memberikan pengaruh kepada partai ini. Pada tahun 1936, pengurus Partindo mengumumkan pembubaran dirinya.

Pembubaran ini atas ide Sartono yang menggantikan kedudukan Sukarno sebagai ketua. Golongan yang tidak setuju kemudian mendirikan Komite Pertahanan Partindo di Semarang dan Yogyakarta untuk menghambat pembubaran itu, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, tahun 1937, partai tersebut benar-benar bubar dan sebagian besar anggotanya masuk dalam Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo sedikit berbeda dengan Partindo, yaitu menjunjung asas kooperatif terhadap Belanda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masa Kerajaan Hindu - Buddha di Indonesia

  Masa Kerajaan Hindu - Buddha di Indonesia