Agresi Militer Belanda I disebabkan Belanda yang tidak menerima hasil Perundingan Linggarjati yang telah disepakati bersama pada 25 Maret 1947. Belanda menafsirkan isi dari Perjanjian Linggarjati berdasarkan pidato Ratu Wihelmina pada 7Desember 1942 yang intinya menginginkan bangsa Indonesia menjadi anggota Commonwealth (negara persemakmuran) dan akan dibentuk menjadi negara federasi,kemudian Belanda yang akan mengatur hubungan luar negeri bangsa Indonesia.
Di tengah-tengah upaya mencari kesepakatan dalam pelaksanaan
isi Persetujuan Linggarjati, Belanda terus melakukan tindakan yang bertentangan
dengan isi Persetujuan Linggarjati. Di samping mensponsori pembentukan
pemerintahan federasi, Belanda juga terus memasukkan kekuatan tentaranya. Pada 27
Mei 1947, Belanda mengirim ultimatum yang isinya sebagai berikut. a).
Pembentukan pemerintahan federal sementara (pemerintahan darurat). b).
Pembentukan Dewan Urusan Luar Negeri. c). Dewan Urusan Luar Negeri bertanggung
jawab atas pelaksanaan ekspor, impor, dan devisa. d).Pembentukan pasukan
keamanan dan ketertiban bersama. Pembentukan pasukan gabungan ini termasuk juga
di wilayah RI.
Pada prinsipnya, Perdana Menteri Syahrir (yang kabinetnya
jatuh pada Juni 1947) dapat menerima beberapa usulan, tetapi menolak mengenai
pembentukan pasukan keamanan bersama di wilayah RI. Tanggal 3 Juli 1947
dibentuk kabinet baru di bawah Amir Syarifudin yang kebijakannya juga menolak
pembentukan pasukan keamanan bersama di wilayah RI. Pada 15 Juli 1947, Letnan
Gubernur Jenderal Belanda Dr.H.J. Van Mook menyampaikan pidato radio bahwa
Belanda tidak lagi terikat dengan Perjanjian Linggarjati. Selain itu, Van Mook
juga mengultimatum bangsa Indonesia agar menarik pasukannya untuk mundur dari
garis batas demarkasi sejauh 10 kilometer.
Pada saat itu, jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih
dari 100.000 orang dengan persenjataan yang modern termasuk persenjataan berat
(artileri) yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.
Kemudian, Belanda melancarkan serangan kepada Indonesia pada 21 Juli 1947.
Tujuan utama Agresi Militer Belanda I ialah sebagai berikut. a). Bidang
politik: bertujuan untuk mengepung wilayah ibu kota Republik Indonesia dan
menghilangkan secara de facto Republik Indonesia dengan menghapus RI dari peta.
b). Bidang ekonomi: merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang
memiliki sumber daya alam, terutama minyak. c). Bidang militer: menghapus
TNI/TKR sebagai ujung tombak pertahanan bangsa, dengan begitu Indonesia akan
lemah dan mudah dikendalikan.
Untuk mengelabui dunia internasional,Belanda menamakan
agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil (Politionele Acties) dan menyatakan
tindakan ini sebagai urusan
dalam negeri. Konferensi pers pada malam 20 Juli 1947 di
istana tempat Gubernur Jenderal H.J. Van Mook mengumumkan kepada wartawan
tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama.Serangan di beberapa daerah
seperti di Jawa Timur bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21
Juli 1947 malam sehingga dalam bukunya, J.A. Moor menulis Agresi Militer
Belanda 231 I dimulai tanggal 20 Juli 1947.Belanda berhasil menerobos ke
daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra,Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatra
Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra Timur, sasaran mereka adalah
daerah perkebunan tembakau. Di Jawa Tengah, mereka menguasai seluruh pantai
utara dan di Jawa Timur,sasaran utamanya adalah wilayah yang terdapat
perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.Pada agresi militer pertama ini, Belanda
juga mengerahkan kedua pasukan khusus,yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di
bawah Raymond Westerling yang saat itu berpangkat Kapten dan Pasukan Para I (le
para compagnie) di bawah Kapten C.Sisselaar. Pasukan KST merupakan pengembangan
dari pasukan DST, pasukan yang melakukan pembantaian di Sulawesi Selatan
(Pembantaian Westerling) dan ditugasan kembali untuk melancarkan agresi militer
di Pulau Jawa dan di wilayah Sumatra Barat.Dalam agresi tersebut, Belanda berhasil
menaklukan daerah-daerah penting Republik Indonesia seperti kota, pelabuhan,
perkebunan, dan pertambangan.
Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota VT-CLA milik Patnaik dari
Singapura dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan
dari Singapura sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan
mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Agustinus Adisucipto, Komodor Muda
Udara dr. Abdulrahman Saleh, dan Perwira Muda Udara I Adisumarno
Wiryokusumo.Pasukan TNI belum siap menghadang serangan yang datang secara
tiba-tiba itu. Serangan tersebut mengakibatkan pasukan TNI terpencar-pencar.
Dalam keadaan seperti itu,pasukan TNI berusaha untuk membangun daerah
pertahanan baru. Pasukan TNI kemudian melancarkan taktik perang gerilya. Dengan
taktik ini, ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan
Belanda hanya berada di kota besar dan jalan raya, sedangkan di luar kota,
kekuasaan berada di tangan pasukan TNI. Tanggal 30 Juli 1947,pemerintah India
dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia dengan Belanda
dimasukkan dalam agenda Dewan Keamanan PBB.Permintaan itu diterima baik dan
dimasukkan agenda dalam sidang Dewan Keamanan PBB.
Tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB memerintahkan
penghentian permusuhan kedua belah pihak dan mulai berlaku sejak tanggal 4
Agustus 1947.Sementara itu, untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata, Dewan
Keamanan PBB membentuk komisi Konsuler dengan angota-anggotanya yang terdiri
dari para Konsul Jenderal yang berada di wilayah Indonesia. Komisi Konsuler
diketuai oleh Konsul Jenderal Amerika Serikat Dr. Walter Foote dengan
beranggotakan Konsul Jenderal Cina,Belgia,Peranci, Inggris, dan Australia.
Tanggal 3 Agustus 1947, Belanda menerima resolusi Dewan
Keamanan PBB dan memerintahkan kepada Van Mook untuk menghentikan
tembak-menembak.Pelaksanaannya dimulai pada malam hari pada 4 Agustus 1947.
Kemudian, pada 14Agustus 1947, dibuka sidang Dewan Keamanan PBB. Sutan Syahrir
hadir dari Indonesia.Dalam pidatonya di DK PBB,Syahrir menegaskan bahwa untuk
mengakhiri berbagai
pelanggaran dan penghentian pertempuran, perlu dibentuk
komisi pengawas. Pada 25Agustus 1947, DK PBB menerima usul Amerika Serikat
tentang pembentukan suatu Committee of Good Offices(Komisi Jasa-jasa Baik) atau
yang lebih dikenal Komisi Tiga Negara (KTN). Belanda menunjuk Belgia sebagai
anggota, sedangkan Indonesia memilih Australia. Kemudian, antara Indonesia dan
Belanda memilih negara pihak ketiga, yakni Amerika Serikat. Akhirnya,terbentuk
Komisi Tiga Negara tanggal 18September 1947. Australia dipimpin olch Richard
Kirby, Belgia dipimpin oleh Paul van Zeelland, dan Amerika Serikat dipimpin
olch Frank Graham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar