Asian Games ke-4 dan Penyelenggaraan GANEFO
Tahukah kalian bahwa olah raga merupakan salah satu alat
diplomasi negara? Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin pernah menjadi penyelenggara
Asian Games dan menggagas penyelenggaraan GANEFO. Pada tahun 1962, Indonesia
didapuk menjadi tuan rumah penyelenggara Asian Games ke-4. Perhelatan ini
dihadiri 1.460 atlit dari 17 negara. Infrastruktur dan sarana kegiatan
dipersiapkan mulai tahun 1958. Pada 8 Februari 1960, Sukarno meresmikan
pembangunan stadion utama
Senayan. Pembangunan stadion tersebut merupakan bentuk
Kerjasama Indonesia dengan Uni Soviet (De Waarheid Volksdagblad voor Nederland,
1962). Saat Asian Games berlangsung, sempat terjadi permasalahan karena
Indonesia tidak mengundang Taiwan dan Israel untuk menjadi peserta. Hal
tersebut menyebabkan renggangnya hubungan Indonesia dengan International
Olympic Committee (IOC) hingga Indonesia memilih mundur dari keanggotaan IOC.
Selepas itu, Sukarno kemudian mengadakan ajang kompetisi sepak bola
internasional bertajuk Soekarno Cup pada 1963 di minggu yang sama dengan
konferensi Olimpiade. Penyelenggaran Soekarno Cup yang berjalan sukses membuat
hubungan para pejabat Asia-Afrika semakin baik, Maladi dan Sukarno pun optimis
menyelenggarakan GANEFO. Pada 10—22 November 1963, akhirnya GANEFO diadakan di
Jakarta yang diikuti oleh 2700 atlet dari 51 negara yag menyimbolkan rasa
solidaritas antarnegara New Emerging Forces. Ganefo membuktikan kepada IOC
bahwa Indonesia berhasil menyelenggarakan pesta olahraga laiknya Olimpiade dan
dapat merevolusi diplomasi olahraga.
Pembangunan Proyek Mercusuar Pada 20 Januari 1958, Indonesia
menyepakati hasil pampasan perang senilai 80.308,8 juta yen atau setara 223,08
juta USD yang akan dibayarkan selama 12 tahun dalam bentuk modal, barang, dan
jasa. Ini merupakan salah satu bentuk kompensasi yang dibayarkan oleh
pemerintah Jepang atas 3,5 tahun penjajahan mereka di Indonesia. Salah satu
proyek pengembangan komprehensif hasil pampasan perang ini dikenal dengan
Proyek 3K yang mengandung unsur 3 nama sungai yaitu Karangkates, Konto, dan,
Kanan. Ketiga proyek bendungan tersebut menghabiskan 28,35 juta USD. Namun,
proyek ini tidak dapat diselesaikan sehingga pemerintah Jepang memberikan
tambahan pinjaman dalam bentuk mata uang yen. Indonesia juga menggunakan dana
pampasan perang tersebut untuk membangun hotel-hotel, di antaranya Hotel
Indonesia, Hotel Bali Beach, dan Hotel Samudera Beach. Hotel Indonesia menjadi salah
satu sumber devisa negara hingga 1969 karena semua tamu hotel diharuskan
membayar menggunakan mata uang dolar Amerika. Proyek lain yang dikerjakan
adalah Toserba Sarinah yang menjual kualitas barang-barang mewah dengan harga
tinggi pada masa itu.
Begitu besarnya dana pampasan perang ini membuat pemerintah
membentuk Komite Pampasan Pemerintah Indonesia antara tahun 1958—1965. Komite
ini bertugas bertugas menangani dan mengelola pampasan perang dari Jepang. Akan
tetapi, para anggota komite tersebut banyak yang terlibat skandal dengan pihak
Jepang sehingga tidak ada transparansi terkait pembayaran dan pengeluaran.
Kebijakan Kesehatan Kesehatan menjadi aspek penting dalam
satu dekade kedaulatan RI. Agar dapat mewujudkan pengobatan dan kesehatan yang
bisa dijangkau masyarakat luas, dr. Johannes Leimena dan Abdoel Patah
merumuskan program yang dikenal dengan Bandung Plan. Konsep Bandung Plan
menyatakan bahwa pelayanan kesehatan pada aspek preventif dan kuratif tidak
boleh dipisahkan, baik yang berada di rumah sakit maupun di pos-pos kesehatan.
Konsep yang dipresentasikan Leimena-Patah ini kemudian diterapkan pada
pendidikan kedokteran pada tahun 1952 dan mulai diintegrasikan di pusatpusat
kesehatan masyarakat. Nantinya, salah satu wujud integrasi ini adalah keberadaan
pos pelayanan terpadu (posyandu).
Kebijakan Pendidikan
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Mr.
Wongsonegoro dan Menteri Agama H. Wahid Hasyim memberikan perubahan dalam
sistem pendidikan dengan menetapkan UU No. 4 Tahun 1950. Perubahan tersebut
meliputi: • Pelajaran pendidikan agama diberikan
pada Sekolah Rendah (umum) dan Lanjutan (Kejuruan) yang
dimulai pada siswa kelas 4 maksimal 2 jam per minggu. • Pada siswa kelas 1, 2,
dan 3 Sekolah Rakyat, pemakaian bahasa daerah digunakan sebagai pendamping
bahasa Indonesia. • Penggunaan bahasa Indonesia diterapkan sejak kelas 1
Sekolah Rakyat sampai ke perguruan tinggi. • Bahasa Belanda dihapuskan dari
sistem pendidikan di Indonesia. • Beberapa sekolah yang masih mengikuti sistem
lama warisan Belanda diharuskan untuk mengikuti sistem baru sejak 1951. Pada
tahun 1952, kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan yang dikenal dengan
nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini merupakan penyempurna
Kurikulum 1947. Sistem Kurikulum 1952 sudah mengarah pada sistem pendidikan
nasional yaitu mengintegrasikan materi pelajaran sesuai dengan kehidupan
sehari-hari. Kebijakan demokrasi pendidikan dan program wajib belajar 6 tahun
diterapkan kepada seluruh warga negara yang sudah berumur 8 tahun. Pemerintah
Indonesia saat itu sedang berusaha untuk mengurangi tingginya buta huruf di
masyarakat dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan masyarakat
melalui jalur pendidikan di luar sekolah formal juga digalakkan melalui program
kursus Pemberantasan Buta Huruf (PBH), Kursus Pendidikan Umum A (KPU/A setara
SD), dan Kursus Pendidikan Umum B (KPU/B setara SMP). Perkembangan politik masa
1959—1967 mengalami masa sulit. Kehidupan perekonomian memburuk, terjadi
inflasi hingga 600% yang mengakibatkan alokasi anggaran untuk pendidikan
semakin mengecil. Kebijakan wajib belajar pun tidak dapat terlaksana dengan
baik seiring dengan kegagalan bidang ekonomi dan politik